Aset Kripto akan Dikenai Pajak, Diharapkan tak Memberatkan Para Trader

Bisnis  
Pemerintah RI resmi mengeluarkan aturan mengenai pemberlakuan pajak terhadap aset kripto (foto: pixabay).
Pemerintah RI resmi mengeluarkan aturan mengenai pemberlakuan pajak terhadap aset kripto (foto: pixabay).

Perkembangan pengguna kripto di Indonesia sangat potensial, bahkan diperkirakan bisa mencapai 50 juta pengguna dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Kementerian Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia (RI) menyebut nilai transaksi aset kripto mencapai Rp 64,9 triliun pada 2020 dan tercatat Rp 859,4 triliun pada tahun 2021.

Dari data tersebut, transaksi perdagangan aset kripto periode Januari hingga Februari 2022 tercatat sebesar Rp 83,3 triliun. Melihat potensi kripto yang demikian besar, pada awal April 2022, Pemerintah RI resmi mengeluarkan aturan mengenai pemberlakuan pajak terhadap aset kripto.

Adapun pajak yang dikenakan yaitu pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022. Aturan ini ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan berlaku efektif mulai 1 Mei 2022.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Abdul Muhaimin Iskandar mendukung rencana pemerintah yang akan mengenakan PPh dan PPN atas transaksi kripto.

"Transaksi kripto dan fintech sekarang begitu besar. Pelanggannya juga jutaan orang. Jadi, saya dukung aturan pengenaan PPh dan PPN untuk mereka, sekaligus ini bisa jadi sumber pendapatan baru bagi negara," kata Muhaimin melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Sabtu, 9 April 2022.

Gus Muhaimin, sapaan akrabnya, menyatakan transaksi kripto sebesar dan sebanyak itu tentu saja bisa meningkatkan pendapatan pajak negara. Jadi, sudah sepatutnya dioptimalkan.

Muhaimin juga meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI mengkaji dan berkoordinasi dengan pengusaha transaksi aset kripto maupun Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) terkait besaran tarif pajak yang akan dikenakan.

"Saya minta lembaga terkait seperti Kemenkeu dan AFTECH saling berkoordinasi berapa besaran pajaknya nanti. Harapan saya, pengenaan pajak tidak terlalu memberatkan para trader aset kripto maupun nasabah fintech yang berdampak pada berkurangnya transaksi hingga perpindahan trader ke transaksi exchange luar negeri," ujar Muhaimin.

Di sisi lain, Wakil Ketua DPR RI ini juga mendorong Kemenkeu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mensosialisasikan aturan pengenaan PPh dan PPN kepada perusahaan penyelenggara transaksi aset kripto, perusahaan fintech, maupun kepada masyarakat selaku trader dan nasabah.

"Sosialisasinya harus masif. Jangan nanti terkesan pemerintah asal narik pajak saja oleh para pengusaha dan trader. Kalau masif saya yakin mereka juga mengerti karena ini juga untuk kebaikan Indonesia, kebaikan kita bersama," jelas Muhaimin.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image