Lahir Sebagai Kaisar, Meninggal Sebagai Tukang Kebun, Inilah Kisah Aisin Gioro Puyi

Serba Serbi  
Aisin-Gioro Puyi, Kaisar terakhir China. (Foto: wikipedia.org)
Aisin-Gioro Puyi, Kaisar terakhir China. (Foto: wikipedia.org)

Puyi naik takhta menjadi kaisar Dinasti Qing menjelang detik detik akhir keruntuhannya ketika usianya masih tiga tahun dan saat itu ia masih diwakili oleh ayahnya. Karena semua orang tahu kalau dinasti itu akan segera hancur di tangan revolusioner Kuo Min Tang keluarga bangsawan Manchu memanfaatkannya sebagai tameng.

Menjadi kaisar bukan hal mudah dan menyenangkan. Dari kaisar terakhir Tiongkok (China), kaisar boneka Jepang, hingga jadi rakyat biasa, Puyi bagai dipermainkan oleh nasib.

Puyi atau lengkapnya Aisin-Gioro Puyi lahir pada 7 Februari 1906. Pada bulan Desember 1908, ia dinobatkan sebagai kaisar Dinasti Qing atau saat usianya baru dua tahun setelah kematian Kaisar Guangxu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ketika masih kecil dia menjadi anak yang sangat arogan dan dimanja oleh dayang dayang Istana. Dia tak didik untuk menjadi penguasa yang kompeten.

Puyi dipisahkan dari keluarganya dan hanya pengasuhnya Wang Lianshou yang diizinkan mengikutinya ke Kota Terlarang (Forbidden City). Rupanya, ia menjadi kaisar di saat yang tidak tepat. Kala itu, Kekaisaran Tiongkok sedang mengalami penurunan. Terbukti, di tahun 1912 Puyi dipaksa untuk melepaskan takhtanya.

Kaisar muda menghabiskan sebagian besar waktunya dengan para kasim, yang melakukan segalanya mulai dari mengajarinya hingga membantu berpakaian. Seiring dengan berjalannya waktu, Puyi muda menyadari kekuasaan yang dimiliki atas para kasim ini.

Dalam otobiografinya, Puyi menceritakan bahwa dia biasa menembak para kasim dengan senapan anginnya. Mantan kaisar itu bahkan pernah memerintahkan kasim untuk memakan kotoran untuk menguji kesetiaannya. Pengasuh Wang adalah satu-satunya orang yang bisa menahan segala kelakuan Puyi.

Ketika Puyi berusia delapan tahun, Ibu Suri Longyu, penguasa de facto Dinasti Qing, mengusir Wang dari Kota Terlarang. Puyi kabarnya menangis sampai tertidur setelah pengasuhnya pergi.

Pada Revolusi Xinhai 1911, Puyi akhirnya diusir dari Forbidden City bersama keluarga bangsawan Manchu lain oleh orang orang Kuo Min Tang dan dianggap berkhianat karena bekerja sama dengan Jepang menjadi kaisar boneka di Manchuria. Puyi sendiri sebenarnya sudah bersahabat dengan Jepang, dia pernah mengirimkan bantuan ke Jepang saat terjadi gempa bumi.

Puyi tidak bisa lagi menjabat sebagai kaisar dan istana kekaisaran harus mencabut kekuasaannya. Namun mereka diizinkan untuk tinggal di Kota Terlarang dan diurus oleh Republik. Mantan kaisar muda itu tidak mengetahui pengunduran dirinya sampai kematian Ibu Suri Longyu pada tahun 1913.

Mantan Perdana Menteri Qing Yuan Shikai, yang menjadi Presiden Republik Tiongkok, mengunjungi Kota Terlarang untuk memberikan penghormatan. Saat itulah Puyi menilai dari sikap Yuan bahwa Yuan memiliki otoritas lebih dari dia. Pada tahun 1915, Yuan menyatakan dirinya sebagai kaisar Tiongkok tetapi turun takhta setelah 83 hari karena ditentang rakyat. Yuan meninggal pada bulan Juni 1916.

Setelah kematian Yuan Shikai, Tiongkok mulai terpecah menjadi kelompok-kelompok independen yang dipimpin oleh jenderal militer setempat. Ini menandai dimulainya era panglima perang. Pada Juli 1917, panglima perang Zhang Xun, seorang loyalis Qing, mengembalikan Puyi ke takhta untuk kedua kalinya.

Namun, pemerintahan kedua Puyi dengan cepat berakhir setelah ledakan tiga bom kecil di Kota Terlarang. Anggota Republik Tiongkok melancarkan serangan itu sebagai unjuk kekuatan terhadap Zhang. Tentara Qing dengan cepat menyerah kepada pasukan republik.

Selanjutnya...

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image